Bagaimana cara shalat Idul Adha di rumah?
Banyak yang menanyakan hal ini karena ada yang sedang isoman. Begitu pula sebulan ini, ada lonjakan drastis kasus positif covid-19 di beberapa daerah sehingga pemerintah mengajak kaum muslimin untuk shalat di rumah saja untuk menekan penyebaran virus.
Saran yang terbaik untuk menghadapi masalah ini adalah di rumah saja dahulu untuk beribadah.
KENAPA MEMILIH SHALAT IDUL ADHA KALI INI DI RUMAH?
Alasan pertama:
Mengingat kaidah fikih,
دَرْأُ المَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصَالِحِ
“Menghilangkan mafsadat lebih didahulukan daripada mengambil manfaat.”
- Mafsadat: bisa tertular virus covid (apalagi varian delta yang cepat tertular) saat berkerumun ketika pelaksanaan shalat Idul Adha
- Manfaat: mengejar pahala shalat Idul Adha yang dihukumi sunnah (bukan wajib)
Baca juga: Ketika Dua Mafsadat Bertabrakan
Alasan kedua:
Mengingat kaidah fikih,
الفَرْضُ أَفْضَلُ مِنَ النَّفْلِ
“Suatu yang wajib lebih utama daripada suatu yang sunnah.”
Suatu yang wajib: menjaga jiwa (hifzhud diin). Menjaga jiwa termasuk dhoruriyatul khams, lima hal darurat yang mesti dijaga yaitu menjaga (1) agama (din), (2) jiwa, (3) keturunan, (4) akal, (5) harta.
Suatu yang sunnah: shalat Id dihukumi sunnah menurut jumhur ulama.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
مَنْ شَغَلَهُ الْفَرْضُ عَنْ النَّفْلِ فَهُوَ مَعْذُورٌ وَمَنْ شَغَلَهُ النَّفْلُ عَنْ الْفَرْضِ فَهُوَ مَغْرُورٌ
“Siapa yang tersibukkan dengan yang wajib dari yang sunnah dialah orang yang patut diberi udzur. Sedangkan siapa yang tersibukkan dengan yang sunnah sehingga melalaikan yang wajib, maka dialah orang yang benar-benar tertipu.” (Fath Al-Bari, 11:343)
Baca juga: Wajib Lebih Utama daripada Sunnah
Alasan ketiga:
Ini menghormati keputusan para dokter yang pakar dalam menyikapi pandemi. Apalagi saat ini kasus covid-19 lagi melonjak tinggi, banyak yang isoman, dirawat di Rumah Sakit, hingga rumah sakit penuh, lantas tak sedikit yang meninggal dunia.
Serahkanlah kepada ahlinya untuk masalah kesehatan seperti ini. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.” (HR. Muslim, no. 2363)
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah pernah berkata,
لاَ أَعْلَمُ عِلْمًا بَعْدَ الحَلاَلِ وَالحَرَامِ أَنْبَلُ مِنَ الطِّبِّ إِلاَّ أَنَّ أَهْلَ الكِتَابِ قَدْ غَلَبُوْنَا عَلَيْهِ
“Saya tidak mengetahui sebuah ilmu -setelah ilmu halal dan haram- yang lebihberharga yaitu ilmu kedokteran, akan tetapi ahli kitab telah mengalahkan kita.” (Siyar A’lam An-Nubala, 8:528, Darul Hadits)
Baca juga: Hormati Keputusan para Dokter di Masa Pandemi Ini
Di masa melonjaknya kasus covid-19, para ahli sarankan 6M dijalankan:
- Mencuci tangan
- Memakai masker
- Menjaga jarak
- Menghindari kerumunan
- Membatasi mobilitas
- Menghindari makan bersama
Ini adalah bagian dari ikhtiar sebagaimana perintah syariat pula dalam dalil berikut ini.
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الطَّاعُونَ بِأَرْضٍ، فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأرْضٍ، وأنْتُمْ فِيهَا، فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا. متفق عَلَيْهِ
“Apabila kalian mendengar wabah tha’un melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian ada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Baca juga: Khutbah Jumat Menyikapi Virus Corona
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ath-tha’un (wabah), kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan,
أَنَّهُ كَانَ عَذَاباً يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ فَجَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِى بَيْتِهِ صَابِراً مُحْتَسِباً يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يُصِيبُهُ إِلاَّ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ إِلاَّ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ
“Wabah adalah azab yang Allah turunkan pada siapa saja yang Allah kehendaki. Namun, wabah itu dijadikan oleh Allah sebagai rahmat untuk orang beriman. Ketika terjadi wabah, siapa pun tinggal di dalam rumahnya dalam keadaan sabar, mengharap pahala dari Allah, ia tahu bahwa tidaklah wabah itu terkena melainkan dengan takdir Allah, maka ia akan mendapatkan pahala syahid.” (HR. Ahmad, 6:251. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih sesuai syarat Bukhari)
Baca juga: Diam di Rumah Saat Wabah
Walaupun kita juga tetap tawakal penuh kepada Allah agar diberi keselamatan.
Dalam ayat disebutkan,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3)
Baca juga: Buah dari Tawakal
Semoga syahid bagi yang meninggal dunia karena wabah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena ath-tha’un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah.” (HR. Bukhari, no. 2829 dan Muslim, no. 1914)
Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْقَتِيلُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ شَهِيدٌ وَالْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Orang yang terbunuh di jalan Allah (fii sabilillah) adalah syahid; orang yang mati karena ath-tha’un (wabah) adalah syahid; orang yang mati karena penyakit perut adalah syahid; dan wanita yang mati karena melahirkan adalah syahid.” (HR. Ahmad, 2: 522. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dan ‘Adil Mursyid menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).
Baca juga: Mati Karena Virus Karena, Mati Syahid
PENJELASAN SHALAT IDUL ADHA
Ringkasan dari Penjelasan Syaikh Dr. Labib Najib di Channel Youtubenya
- Hukum shalat Id adalah sunnah muakkad.
- Shalat Id disunnahkan dilakukan berjamaah. Akan tetapi, shalat Id berjamaah bukan jadi syarat untuk shalat Id, artinya masih dibolehkan shalat Id sendirian.
- Shalat Id tidak disyaratkan dengan jumlah tertentu, juga shalat Id tidak disyaratkan dilakukan di masjid atau musala.
- Bagi yang shalat Id sendirian, maka tidak perlu memakai khutbah.
- Jika shalat Id dilakukan di rumah secara berjamaah (dengan istri dan anak-anak), disunnahkan untuk berkhutbah.
- Seandainya ada dua atau tiga orang di dalam rumah, masing-masing melakukan shalat Id sendiri-sendiri, maka tetap ada khutbah Id, karena maksud khutbah adalah sebagai nasihat.
- Waktu shalat Id di rumah adalah antara waktu terbit matahari hingga waktu zawal (matahari tergelincir ke barat). Akan tetapi, disunnahkan untuk mengundur waktu shalat Id hingga matahari meninggi setinggi tombak (kira-kira 15 menit setelah matahari terbit, pen.).
- Tata cara shalat Id di rumah sama seperti shalat Id pada umumnya.
TATA CARA SHALAT IDUL ADHA
Ringkasan dari Penjelasan Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii
- Shalat Idul Adha terdiri dari dua rakaat.
- Shalat Idul Adha dimulai dengan niat (niatan shalat Id, cukup dalam hati) dan takbiratul ihram (ucapan “Allahu Akbar” di awal).
- Cara melakukan shalat Idul Adha sama dengan melakukan shalat lainnya.
- Setelah takbiratul ihram membaca doa iftitah (istiftah) sebagaimana shalat lainnya.
- Setelah membaca doa iftitah, melakukan takbir tambahan (zawaid) sebanyak tujuh kali pada rakaat pertama (selain takbir untuk takbiratul ihram dan takbir turun rukuk). Sedangkan pada rakaat kedua, melakukan takbir tambahan sebanyak lima kali (selain takbir bangkit dari sujud dan takbir turun rukuk). Jika takbir tambahan (zawaid) ini hanya sunnah, sehingga kalau luput tidak mesti diulangi. Jika ada makmum yang masbuk saat takbir zawaid, cukup mengikuti sisa takbir yang ada tanpa qadha’.
- Setiap kali takbir zawaid disunnahkan mengangkat tangan. Setelah itu disunnahkan di antara dua takbir tambahan meletakkan tangan kanan di depan tangan kiri di bawah dada sebagaimana bersedekap setelah takbiratul ihram.
- Di antara takbir zawaid (tambahan), disunnahkan berhenti sejenak sekadar membaca satu ayat pertengahan. Saat itu bisa membaca takbir atau mengagungkan Allah. Yang paling bagus di antara takbir zawaid adalah membaca: SUBHANALLAH WAL HAMDU LILLAH WA LAA ILAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR. Setelah takbir ketujuh pada rakaat pertama dan takbir kelima pada rakaat kedua tidak ada bacaan takbir dan dzikir.
- Setelah takbir zawaid, membaca surah Al-Fatihah. Setelah surah Al-Fatihah dianjurkan membaca surah Qaf pada rakaat pertama dan surah Al-Qamar pada rakaat kedua, atau membaca surah Al-A’laa pada rakaat pertama dan surah Al-Ghasyiyah pada rakaat kedua.
- Bacaan surah saat shalat Idul Adha dikeraskan (jahr), begitu pula dengan bacaan takbir, sedangkan dzikir-dzikir lainnya dibaca lirih (sirr).
Mengenai Tata Cara Shalat Id di Rumah bisa dipelajari dari video berikut
KHUTBAH IDUL ADHA
Ringkasan dari Penjelasan Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii
- Khutbah Idul Adha adalah sunnah setelah shalat Id.
- Khutbah Idul Adha ada dua kali khutbah, rukun dan sunnahnya sama dengan khutbah Jumat.
- Disunnahkan khutbah dengan mimbar, boleh juga berkhutbah dengan duduk.
- Khutbah pertama diawali dengan sembilan kali takbir. Khutbah kedua diawali dengan tujuh kali takbir.
- Rukun khutbah: (a) memuji Allah, (b) shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, (c) wasiat takwa kepada Allah, (d) membaca satu ayat, (e) berdoa.
- Jamaah disunnahkan mendengarkan khutbah. Akan tetapi, mendengarkan khutbah Idul Adha bukanlah syarat sahnya shalat Id.
Semoga Allah beri ilmu yang manfaat.
—
Gunungkidul, 8 Dzulhijjah 1442 H
Artikel Rumaysho.Com